Judul:
TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN MONOPOLI BERDASARKAN HUKUM (MONOPOLY BY LAW ) DI
INDONESIA
Penulis: FATHIANNISA
GELASIA
Institusi: UNIVERSITAS
INDONESIA
ABSTRAK
Masuknya
era globalisasi dalam bidang perdagangan merupakan titik majunya dunia
persaingan dalam pasar perdagangan baik domestik maupun internasional. Dimana
dalam dunia perdagangan tujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya
terkadang menyebabkan munculnya tindakan anti persaingan yang salah satu diantaranya
adalah tindakan monopoli. Di Indonesia tidak semua monopoli dilarang secara
langsung oleh UU yang berlaku. Monopoli yang dilaksakan berdasarkan hukum
adalah salah satu bentuk monopoli yang pelaksanaanya tidak dilarang. Monopoli
berdasarkan hukum atauMonopoly by Law adalah pelaksanaan monopoli yang
didasarkan pada pengaturan hukum tertentu. Pada umumnya monopoli berdasarkan
hukum merupakan monopoli yang diberikan sebagai hak istimewa oleh negara kepada
BUMN atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk untuk melaksanakan hak
tersebut. Pemberian hak monopoli tersebut hanya terbatas pada produksi-produksi
negara yang penting bagi hajat hidup orang banyak dan penting bagi negara.
Monopoli berdasarkan hukum juga dapat berbentuk monopoli yang dilaksanakan
sebagai bentuk pelaksanaan perintah dari sebuah peraturan tertentu. Pelaksanaan
monopoli berdasarkan hukum seringkali disalahartikan dan dianggap sebagai celah
oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab sebagai sebuah hak untuk menguasai
pasar tanpa memperhatikan hakikat awal tujuan dibentuknya pengaturan ini.
Penulis berpendapat bahwa monopoli berdasarkan hukum merupakan sebuah kebijakan
negara yang memang murni bertujuan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia dan
keberadaannya memang dibutuhkan negara. Akan tetapi pelaksanaan monopoli
berdasarkan hukum tersebut harus tetap sejalan dengan peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya agar tujuan awal dari dibentuknya monopoli
berdasarkan hukum dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat Indonesia. Maka dari itu
pembatasan pelaksanaan monopoli berdasarkan hukum harus lebih dipertegas dan
diperjelas sehingga terpisah dari pelaksanaan praktik monopoli.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Globalisasi
merupakan pendorong utama munculnya integrasi ekonomi dunia, untuk meningkatkan
volume perdagangan terutama dengan melakukan ekspansi perdagangan ke
internasional. Hal tersebut mengakibatkan munculnya pasar persaingan tidak
sempurna dengan berbagai tindakan anti persaingan. Salah satu arus kepentingan
yang muncul dari globalisasi adalah gerak laju perekonomian. Di Indonesia,
contohnya, sebagai Negara yang memiliki tingkat perdagangan cukup tinggi, dapat
dikatakan bentuk tindakantindakan anti persaingan sudah semakin banyak
bermunculan. Secara otomatis dengan tindakan anti persaingan tersebut, maka
pelaku usaha di suatu pasar akan bertumpu pada satu atau lebih pelaku usaha
yang berperan sebagai posisi dominan dalam penguasaan pangsa pasar tersebut.
Suatu
pasar yang didominasi oleh satu atau lebih pelaku usaha dapat dikatakan sebagai
sebuah pasar monopolistis. Monopoli merupakan sebuah teori yang pada dasarnya
tidak melanggar undang-undang atau peraturan hukum, selama keberlangsungan
monopoli tersebut berjalan atas dasar persaingan usaha yang sehat.
Terkait
dengan hal tersebut, maka pembentukkan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
merupakan sebuah sarana pengaturan yang mendukung sistem ekonomi pasar untuk
menjaga tetap berlangsungnya persaingan antar pelaku usaha yang sehat dan adil
serta melindungi kepentingan konsumen.
Pada
dasarnya persaingan usaha merupakan urusan antar pelaku usaha saja dan negara
tidak turut campur, namun untuk mendukung terciptanya suatu persaingan usaha
yang sehat serta melindungi konsumen maka diperlukan adanya peran serta
intervensi tertentu dari negara dengan bersumber padapower of
economic regulation, yaitu dalam membentuk suatu peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai persaingan usaha dimana negara
memberikan sanksi pidana maupun adminstratif yang merupakan monopoli negara
terhadap pelaku usaha yang melakukan tindakan persaingan tidak sehat. Negara
juga dianggap berhak untuk menentukan siapa pelaku usaha yang melanggar
persaingan dalam dunia usaha tersebut, bahwa kekuasaan negara terdapat pada
membuat peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula
penghisapan orang yang lemah oleh orang yang bermodal
Pelaksanaan
monopoli terwujud dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, Pasal 50 (a) dan 51 UU No.
5 Tahun 1999. Hak penguasaan negara yang dinyatakan dalam Pasal 33 UUD 1945
memposisikan negara sebagai pengatur dan penjamin kesejahteraan rakyat.4 Fungsi
negara itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, artinya melepaskan
suatu bidang usaha atas sumber daya alam kepada koperasi ataupun swasta harus
disertai dengan bentuk-bentuk pengaturan dan pengawasan yang bersifat khusus.
Di
Indonesia, perlindungan terhadap persaingan usaha yang sehat terwujud dalam
terbentuknya Undang Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau yang lebih dikenal sebagai UU
Antimonopoli. Sebagai konsekuensi logisnya, pengawasan terhadap para pelaku
usaha menjadi lebih ketat, dimana akhirnya dapat memberikan pemahaman bahwa
untuk menang dalam persaingan, pelaku usaha diharapkan dapat bersaing secara
sehat dan menghindari praktik-praktik yang mengarah kepada monopoli dengan cara
melakukan efisiensi di setiap lini produksi.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimanakah
pengaturan mengenai Persaingan Usaha di Indonesia secara umum?
b.
Bagaimanakah
pengaturan dan ketentuan mengenai Monopoly by Law di Indonesia dan
negara lainnya sebagai sebuah perbandingan?
c.
Bagaimanakah
implementasi pengaturan Monopoly by Law tersebut di Indonesia?
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
a.
Untuk
menambah wawasan serta pengetahuan masyarakat mengenai pengetahuan hukum serta
memberi masukan-masukan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
b.
Untuk
mengetahui dan memahami makna dari monopoli yang dikecualikan dan kaitannya
sebagai bentuk pelaksanaan peraturan tertentu dalam persaingan usaha. Hal ini
juga akan dilakukan dengan melihat segala permasalahan yang ditimbulkan atas
situasi yang sebenarnya dari persaingan usaha Indonesia yang terjadi pada saat
ini.
Tujuan Khusus
a.
Untuk
mengetahui dan memahami keberadaan Hukum Persaingan Usaha dan fungsi keberadaan
pengaturan tersebut di Indonesia
b.
Untuk
mengetahui dan memahami pengertian dari monopoli berdasarkan hukum serta
ketentuan yang mengaturnya di Indonesia
Metode
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan jenis alat pengumpulan data yaitu melalui Studi Kepustakaan
yaitu suatu cara memperoleh data melalui penelitian kepustakaan. Dalam
penulisan ini penulis mencari data dan keterangan dari buku, peraturan, putusan
KPPU , kamus dan sebagainya. Setelah data terkumpul, maka selanjutnya akan
dilakukan pengolahan dan analisis data terhadap data yang telah diperoleh. Data
dan informasi yang telah diperoleh penulis akan diolah secara kualitatif guna
menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Analisis
dilakukan dalam penulisan ini adalah analisis yuridis normatif, yaitu:
a.
Merumuskan
asas hukum, baik dari data sosial maupun dari data hukum positif tertulis
b.
Merumuskan
pengertian hukum
Dalam
menulis penulisan ini, penulis mewujudkan penulisan dalam bentuk penelitian
deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data atau informasi mengenai monopoli
berdasarkan regulasi dan dugaan praktik monopoli yang diduga telah dilakukan
PT. Jakarta International Expo dalam penyelenggaraan Jakarta Fair oleh KPPU.
PEMBAHASAN
MONOPOLI DALAM
KETENTUAN PERSAINGAN USAHA
DI INDONESIA
Sejarah Hukum
Persaingan Usaha di Indonesia
Praktik
monopoli pertama kali secara resmi dimulai pada tanggal 20 Maret 1602, yaitu
pada saat pemerintah Belanda atas persetujuan Staten
Generaal memberikan hak (octrooi) untuk berdagang sendiri (monopoli)
pada VOC di wilayah Indonesia (Hindia Timur). Alasannya, sebagai negara
yang baru merdeka dengan hiruk-pikuk dan semangat revolusioner yang masih
sangat kental dengan pikiran-pikiran yang masih mudah berubah terlalu riskan
untukdikristalisasi dan dibentuk (gestaltung).
Aspek
praktik monopoli pada masa Orde Baru berkembang sangat pesat, sehingga pada
masa itu pelaku usaha yang dapat bersaing dalam pasar persaingan hanyalah
pelaku usaha yang “dikehendaki” oleh pemerintah untuk menjalankan usahanya
secara monopoli. Pada tahun 1995 pun, World Bank dalam laporannya pernah
memberikan “fatwa” untuk kesekian kalinya tentang adanya praktik kartel,
monopoli, pengendalian harga dan lisensi eksekutif yang secara kasat mata
terjadi dalam perekonomian Indonesia. Begitu banyak pembatasan-pembatasan dan
regulasi dalam perdagangan yang menghambat efisiensi dan semuanya bermuara pada
terciptanya ekonomi biaya tinggi (high cost company) dan menyebabkan
terjadinya distorsi ekonomi.
Reformasi
yang bergejolak di Indonesia pada awalnya dipicu oleh kegagalan pemerintahan
Orde Baru dalam menjalankan amanah Garis Besar Haluan Negara (GBHN) di bidang
pembangunan ekonomi (khususnya dalam mencegah praktik monopoli) yang
mengakibatkan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada kelompok tertentu
dalam masyarakat. Pada tahun 1998, krisis moneter yang terjadi di Indonesia,
yang dikatakan sebagai dampak ikutan (contagion effect) atas krisis
moneter yang terjadi di Thailand justru membuka kelemahan fundamental ekonomi
Indonesia yang dibangun atas dasar pinjaman dan utang luar negeri yang sangat
besar.
Secara
umum latar belakang lahinrya UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:
a)
Landasan Yuridis
Secara
tegas, pasal 33 UUD 1945 merupakan konsep dasar dari perekonomian nasional yang
menurut Mohammad Hatta berdasarkan sosialiskooperatif. Isi pasal 33 UUD 1945
tersebut telah menegaskan norma dasar Negara Indonesia dimana seluruh
pembangunan perekonomian Indonesia haruslah bertitik tolak dan berorientasi
pada pencapaian tujuan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
b)
Landasan Sosio-Ekonomi
Apabila
dilihat dari sisi sosio-ekonomi, pembentukkan dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah untuk
menciptakan landasan ekonomi yang kuat dan stabil untuk mewujudkan perekonomian
yang sehat dan bebas dari monopoli di pasar persaingan. Jika dilihat pada masa
Orde Baru, ekonomi yang dibangun pada masa itu tidak dibangun berdasarkan pada
teori hukum pembangunan.Akibatnya, banyak pelaku ekonomi yang tidak mempunyai
pijakan ekonomi yang kuat yang berdasarkan inovasi, kreasi dan produktivitas serta
pertumbuhan yang berbasis sektor riil menjadi ambruk.
Kehadiran
Undang-Undang tentang Persaingan Usaha di Indonesia merupakan prasyarat prinsip
ekonomi modern. Yaitu prinsip yang menjunjung tinggi terwujudnya persaingan
usaha yang sehat, terbuka dan kesempatan yang sama bagi setiap orang dalam
pasar persaingan usaha. Dengan adanya UU ini, diharapkan para pelaku usaha
termotivasi untuk bersaing secara sehat, adil dan terbuka untuk mencari
keuntungan sebesar-besarnya.
c)
Landasan Politis dan Internasional
Pembentukkan
sebuah peraturan anti monopoli untuk menunjang perekonomian yang bebas monopoli
dan sehat telah menjadi sebuah wacana yang penting di Indonesia. Akan
tetapi wacana tersebut sulit untuk direalisasikan melihat
kurangnya political will pemerintah dalam bidang ekonomi yang belum
berpihak.Bahkan setelah dibentuknya UU No. 5 Tahun 1999 banyak terdapat opini
prodan kontra terhadap UU tersebut.
Untuk
mewujudkan cita-cita dan tujuan dari dibentuknya UU No. 5 Tahun 1999 maka
dibentuklah sebuah lembaga pengawas pelaksanaan persaingan usaha di Indonesia
yang dinamakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU. Tugas berat KPPU ini
menjadi semakin berat apabila dilihat dari segi kondisi perdagangan Indonesia
yang semakin kompleks dan meluas, sehingga dalam menjalankan tugasnya KPPU
sering diberikan kewenangan lebih yaitu menyidik dan memutus sebuah kasus
tertentu yang memang membutuhkan penanganan lebih dalam penyelesaiannya.
Indonesia dapat dikatakan terlambat dalam hal memberikan perhatian lebih bagi dunia
persaingan usaha. Sebagai perbandingan negara lain telah mempunyai perundangan
persaingan usaha dan antimonopoli sejak tahun 1990.
Pengaturan
Persaingan Usaha Sebelum UU No. 5 Tahun 1999
Sebelum
lahinrya UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Praktik Persaingan
Tidak Sehat di Indonesia sudah banyak pengaturan lainnya yang setidaknya
menyinggung pembahasan mengenai pengaturan persaingan usaha. Akan tetapi banyak
dari peraturan tersebut yang hanya membahas secara implisit saja, tidak secara
menyeluruh. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya:
a)
Pasal 382 W.V.S
(KUHP)
Berdasarkan
pasal di atas ada dipenuhi dua syarat, yakni:
·
Terjadinya
tindakan tertentu yang dapat dikategorikan sebagai persaingan curang.
·
Perbuatan
persaingan curang dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan hasil perdagangan
atau perusahaan, melangsungkan hasil perdagangan atau perusahaan, dan
memperluas hasil perdagangan.
b)
Pasal 1365
KUHPerdata
c)
Dalam
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR):
Upaya
pencegahan terhadap terjadinya praktik monopoli dan usaha tidak sehat tedapat
dalam ketetapan-ketetapan MPR yaitu:
·
Ketetapan
MPR RI No. IV/MPR/1973 tentang GBHN bidang Pembangunan Ekonomi
·
Ketetapan
MPR RI No. IV/MPR/1978 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi pada Sub Bidang
Usaha Swasta dan Usaha Golongan Ekonomi Lemah.
·
Ketetapan
MPR RP No. II/MPR/1983 tentang GBHN pada Bidang Pembangunan Ekonomi Sub Bidang
Dunia Usaha Nasional.
d)
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok
Agraria.
e) UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
f)Pasal 81 dan 82 UU No. 19 Tahun 1992 tentang
Merek sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 14 Tahun 1997.
Asas dan Tujuan
Hukum Persaingan Usaha
Asas
yang dianut dalam pembentukan UU No. 5 Tahun 1999 adalah asas demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum sebagaimana tertera dalam pasal 2 UU No. 5 Tahun 1999. Asas
demokrasi ekonomi merupakan inti dari sistem ekonomi pancasila.
Tujuaan
Hukum Persaingan Usaha tidak hanya terbatas pada perlindungan kepentingan
persaingan saja, dapat dilihat pada Pasal 3 Undang-Undang Antimonopoli yaitu UU
No. 5 Tahun 1999 dimana ketentuannya tidak hanya terbatas pada tujuan utama
perundang-undangan anti monopoli, yaitu sistem persaingan usaha yang bebas dan
adil, dimana terdapat kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku
usaha, dan tidak adanya perjanjian atau penggabungan usaha yang menghambat
persaingan serta penyalahgunaan kekuataan ekonomi, sehingga bagi semua pelaku
usaha tersedia ruang gerak yang luas dalam melakukan kegiatan
ekonomi.49 Selain itu pasal 3 menyebutkan tujuan sekunder
perundangundangan anti monopoli yang ingin dicapai sistem persaingan usaha yang
bebas dan adil, yaitu untuk menciptakan kesejahteraan rakyat dan suatu sistem ekonomi
yang efisien, sehingga konsekuensi terakhir tujuan kebijakan ekonomi yaitu
penyediaan barang dan jasa konsumen secara optimal dapat dilaksanakan.
Substansi Hukum
Persaingan Usaha
Pada umumnya
Hukum Persaingan Usaha berisikan mengenai hal-hal sebagaiberikut:
a.
Ketentuan
tentang perilaku yang berkaitan dengan aktivitasaktivitas usaha;
b.
Ketentuan
struktural yang berkaitan dengan aktivitas usaha;
c.
Ketentuan
prosedural tentang pelaksanan dan penegakkan hukum persaingan usaha.
Tindakan
yang dilarang oleh Hukum Persaingan Usaha dapatdibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Tindakan
Anti Persaingan
Tindakan
Anti Persaingan merupakan tindakan yang bersifat menghalangi atau mencegah atau
menghindari adanya persaingan. Persaingan merupakan proses perebutan pangsa
pasar, konsumen dan keuntungan. Seringkali untuk memenangkan persaingan dalam
sebuah pangsa pasar, para pelaku usaha saling menekan harga untuk memenangkan
perebutan konsumen. Bagi pelaku usaha yang bersifat profit motive, konsekuensi
ini cenderung dipandang negativ sehingga seringkali mereka memilih untuk tidak
bersaing.
Tindakan-tindakan
anti persaingan secara langsung maupun tidak langsung dapat mengarah kepada
monopoli sehingga secara sempit dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang
mengatur mengenai hal tersebut dikatakan sebagai pengaturan anti monopoli
atau antitrust.
2.
Tindakan
Persaingan Curang
Tindakan
persaingan curang dengan tindakan antipersaingan mempunyai pengertian yang sama
yaitu perilaku usaha yang tidak dikehendaki. Menyebut tindakan persaingan curang
sebagai persaingan tidak sehat yang melanggar moral yang baik. Contoh tindakan
yang Lampert maksud adalah sebagai berikut
·
Mempengaruhi
konsumen melalui tipuan atau informasi yang menyesatkan
·
Memalsukan
merek dagang pihak lain
·
Membuat
iklan tandingan yang menjelek-jelekkan pesaing
Pengertian Monopoli
Secara
etimologi, kata monopoli berasal dari kata Yunani ‘monos’ yang
berarti sendiri dan‘poleim’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut
secara sederhana orang kemudian memberi pengertian monopoli sebagai suatu
kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) atau barang atau
jasa. Monopoli yang sempurna yaitu satu pelaku usaha yang benar-benar menguasai
sebuah pasar tertentu jarang ditemukan. Karena jarang ada sebuah pasar yang
hanya memiliki satu sumber produsen saja tanpa ada pesaing-pesaing lainnya.
Pertama,
istilah monopoli dipakai untuk menggambarkan suatu struktur pasar (keadaan
korelatif permintaan dan penawaran).
Kedua, istilah
monopoli sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu posisi. Posisi yang
dimaksud dalam hal ini adalah posisi penjual yang memiliki penguasaan dan
kontrol eksklusif atas barang dan atau jasa tertentu.
Ketiga, istilah
monopoli juga sering dipergunakan untuk menggambarkan kekuatan (power) yang
dipegang oleh penjual untuk menguasai penawaran, menentukan harga, serta
memanipulasi harga.
Monopoli
Berdasarkan Ketentuan UU No. 5 Tahun 1999
Monopoli
yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 adalah penguasaan pangsa pasar yang
dapat menimbulkan persaingan tidak sehat dalam hal ini berupa praktik monopoli.
Di dalam praktik monopoli telah terkandung menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat, sehingga adanya pengulangan dalam praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. Pada dasarnya praktek monopoli ini merupakan pemusatan kekuatan
ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan/atau pemasaran barang dan atau jasa tertentu sehingga dapat
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Ketegasan
Undang Undang No.5 Tahun 1999 yang hanya melarang monopoli yang mengakibatkan
adanya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tercermin dari
pendekatan “rule of reason”yang diterapkan terhadap tindakan monopoli
tersebut. Pendekatan rule of reason diterapkan terhadap
tindakan-tindakan yang tidak bisa secara mudah dilihat legalitasnya tanpa
menganalisis akibat tindakan itu terhadap kondisi persaingan.
Monopoli yang
dikecualikan dalam ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1999
Monopolisasi
adalah kegiatan perusahaan atau sekelompok perusahaan atau pelaku usaha yang
relatif besar dan memiliki posisi dominan untuk mengatur atau meningkatkan
kontrol terhadap pasar dengan cara berbagai praktik anti kompetitif seperti
penetapan harga yang mematikan (predatory pricing),Pre-emptive
of facilities, dan persaingan yang tertutup.
Dengan
kata lain, teori Rule of Reason mengharuskan pembuktian, mengevaluasi
mengenai akibat perjanjian, kegiatan, atau posisi dominan tertetntu guna
menentukan apakah perjanjian atau kegiatan tersebut menghambat atau mendukung
persaingan. Presumsi Monopoli adalah hukum dianggap telah terjadi monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat, kecuali dengan dibuktikan sebaliknya.
KETENTUAN MONOPOLY
BY LAW
DI INDONESIA
Monopoli
Berdasarkan Regulasi
Monopoli
berdasarkan regulasi ini terjadi karena adanya campur tangan negara melalui
produk peraturan perundang-undangan untuk mengatur perekonomian demi
terselenggaranya kesejahteraan rakyatnya ataupun kepentingan lainnya.
Negara
dalam hal ini dibutuhkan tidak hanya untuk menjaga keteraturan sosial tapi juga
untuk memberikan landasan bagi mekanisme pasar agar mampu berfungsi dengan
baik. Disini konsep negara kesejahteraan dapat menjadi acuan untuk memahami
berbagai ide dan pandangan ekonomi serta terjadinya berbagai pergulatan
pemikiran tentang peran negara. Sebab Negara kesejahteraan pada dasarnya
mengacu pada “peran negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasi
perekonomian” yang di dalamnya mencakup tanggung jawab Negara untuk menjamin ketersediaan
pelayanan kesejahteraan dasar akan tingkat tertentu bagi warganya.
Monopoly by
Law dalam Pasal 33 UUD RI 1945
Menurut
pasal 33 UUD 1945, penguasaan yang diberikan negara dalam hal produksi yang
menyangkut hajat hidup orang banyak merupakan sebuah bentuk kewenangan untuk
melakukan monopoli yang berdasarkan hukum (monopoly by law), namun
Undang-Undang Dasar 1945 hanya membenarkan penguasaan itu dilakukan oleh negara
untuk kepentingan umum. Penguasaan negara terhadap produk atau jasa yang menguasasi
hajat hidup orang banyak ini adalah suatu monopoli artifisial, tetapi dilakukan
berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Pemberian perlakuan
khusus bagi cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak
untukdikuasai oleh negara, secara tegas diatur dalam Pasal 33 ayat (2), dan
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya
walaupun berdasarkan ketentuan dalam pasal 176, Pasal 177, Pasal 178
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah diberi
kewenangan ekonomi untuk mengatur dan mengurus perekonomian daerah, namun
pengaturan dan pengurusan di bidang ekonomi harus tetap berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan termasuk yang diatur dalam Pasal 33 ayat (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam
hal melaksanakan ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tersebut, pemerintah membentuk
Badan-Badan Usaha Milik Negara atau lebih dikenal sebagai BUMN yang dianggap
sebagai agen pembangunan, dengan dukungan dana dan pemerintah. Monopoli oleh
BUMN diberbagai sektor industri dan perdagangan dibolehkan UUD 1945, bahkan
terhadap industri strategis hanya dapat diselenggarakan atau diawasi oleh BUMN
sebagai badan usaha yang mewakili kepentingan umum.
Akan
tetapi pelaksanaan monopoli oleh BUMN tersebut tidak sepenuhnya diserahkan
kepada BUMN. Seperti penentuan logistik kelistrikan oleh PLN, dimana PLN tidak
mempunyai wewenang untuk penggunaan lampu hemat energi. Pemberian hak monopoli
kepada BUMN pun harus berdasarkan penetapan Undang-Undang secara resmi dan
pengelolaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada pemerintah.
Ketentuan
dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 juga membawa konsekuensi bahwa swasta tidak
diperbolehkan mengelola dan menguasai suatu cabang produksi yang penting dan
menguasai hajat hidup orang banyak, kecuali bila telah mendapat mandat dari
negara berdasarkan suatu produk perundang-undangan yang sah. Karena kedaulatan
ekonomi berada di tangan rakyat, maka mandat yang akan diberikan oleh negara
kepada swasta tersebut harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari rakyat.
Dengan demikian, mandat itu harus berbentuk undang-undang.
Monopoly by
Law dalam Pasal 50 huruf (a) UU No. 5 Tahun 1999
KPPU
telah mengeluarkan pedoman No. 253/KPPU/Kep/VII/2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 huruf (a) yang menegaskan mengenai jenis
perbuatan atau kegiatan dan perjanjian apa saja yang dapat dikecualikan. Dalam
pelaksanaan monopoli sesuai dengan Pasal 50 (a) UU No.5 Tahun 1999 tedapat
beberapa unsur yang wajib dipenuhi, yaitu:
·
Perbuatan
dan/atau perjanjian.
·
Bertujuan
melaksanakan peraturan tertentu.
·
Menjalankan
peraturan tertentu.
Pengecualian
yang diatur dalam Pasal 50 huruf a hanya berlaku bagi pelaku usaha yang
dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah dan tidak dapat diterapkan kepada semua
pelaku usaha. Pengecualian tidak berlaku jika pelaku usaha melakukan perbuatan
dan atau perjanjian untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah dari Undang-Undang kecuali peraturan yang dilaksanakan tersebut
berdasarkan delegasi secara tegas dari Undang-undang yang bersangkutan.
Ketentuan
pasal 50 huruf a hanya dapat diterapkan jika:
·
Pelaku
usaha melakukan perbuatan dan atau perjanjian karena melaksanakan ketentuan
Undang-Undang atau peraturan perundangundangan dibawah Undang-Undang tetapi
mendapat delegasi secara tegas dari Undang-undang.
·
Pelaku
usaha yang bersangkutan adalah pelaku usaha yang dibentuk atau ditunjuk oleh
pemerintah.
Tujuan
ditetapkannya pedoman pelaksanaan pasal 50 huruf a adalah sebagai
berikut ini:
·
Agar
terdapat kesamaan tafsir terhadap masing-masing unsur atau elemen dari pasal 50
huruf a, sehingga terdapat kepastian hukum dan dapat dihindari terjadinya
kekeliruan atau sengketa di dalam penerapannya.
·
Agar
pasal 50 huruf a diterapkan dengan tepat, benar, dan adil, serta, konsisten
sehingga dapat dicapai kepastian hukum.
Dengan
pembahasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengaturan pasal 50 huruf (a) UU
No. 5 Tahun 1999 hanya berlaku terhadap peraturan yang berupa UU atau dibawah
UU akan tetapi mendapat delegasi langsung dari UU yang berlaku. Jadi apabila
ada pelaku usaha yang melakukan tindakan monopoli berdasarkan sebuah peraturan
dibawah UU tanpa delegasi langsung dari UU maka pelaku usaha tersebut secara
tegas telah melanggar ketentuan dari pasal 50 huruf (a) UU No. 5 Tahun 1999
ini. Jika dilihat dari ketentuan perundang-undangan yang dapat dijadikan
landasan dalam pelaksanaan monopoli tersebut, maka penentuan perbuatan ini
termasuk ke dalam Rule Of Reason dimana tujuan dan latar belakang
dari pelaksanaan perbuatan monopoli tersebut menjadi unsur utama dalam
penerapan pasal 50 huruf (a) UU No. 5 Tahun 1999.
Monopoly by
Law dalam Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999
Pasal
51 UU No. 5 Tahun 1999 juga mengatur mengenai monopoli oleh negara sebagai
berikut:
“Monopoli dan/atau pemusatan kegiatan
yang berkaitan dengan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak serta
cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara diatur dengan undang-undang
dan diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Negara dan/atau badan atau lembaga
yang dibentuk atau ditunjuk oleh
Pemerintah”
Pengecualian
terhadap monopoli yang tercantum dalam pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
a)
Monopoli
atau pemusatan kegiatan
b)
Yang
berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara.
c)
Diatur
dengan undang-undang.
d)
Diselenggarakan
oleh Badan Usaha Milik Negara dan/atau badan atau lembaga yang dibentuk atau
ditunjuk oleh Pemerintah
Implementasi
Peraturan-peraturan Monopoly by Law di Indonesia
Pasal 50 huruf
(a) UU No. 5 Tahun 1999
Implementasi
pasal 50 huruf (a) dapat ditemukan dalam kasus terkait dugaan monopoli yang
dilakukan oleh PT.JIExpo dalam penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta. Dugaan
tersebut dilayangkan oleh KPPU kepada PT.JIExpo dalam Surat Panggilan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha No. 33/SJ/VIII/2010 tertanggal 4 Agustus 2010. Dalam
Surat Panggilannya KPPU menduga adanya praktik monopoli yang dilakukan oleh
PT.JIExpo dalam penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta yang diadakan setiap tahun.
Bila dikaitkan dengan fakta, penyelenggaraan PRJ oleh badan penyelenggara
dimana didalamnya termasuk kegiatan berupa menjalankan usaha dalam bidang
penyelenggaraan pameran, pertemuan dan seminar baik nasional maupun
internasional; menjalankan usaha dalam bidang promosi; menjalankan usaha dalam
bidang jasa rekreasi atau hiburan, masuk dalam pengertian unsur perbuatan yang
pengertiannya diperluas sehingga mencakup pula kegiatan, sebagaimana diatur
dalam Pasal 50 huruf a UU No. 5 Tahun 1999. Hal tersebut dikarenakan kata
penyelenggaraan masuk dalam lingkup sesuatu yang dilakukan atau diperbuat.
Penyelenggaraan
PRJ oleh PT.JIExpo merupakan sebuah perbuatan yang melaksanakan peraturan
perundang-undangan. Penyelenggaraan PRJ tersebut didasarkan atas Perda DKI
Jakarta No. 12 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan PRJ. Dalam
penyelenggaraannya PT.JIExpo ditunjuk sebagai badan penyelenggara
PRJ. Wewenang tersebut muncul sebagai konsekuensi berlakunya Pasal 6 Perda
No. 12 tahun 1991 yang menentukan sebagai berikut:
“Lokasi penyelenggaraan Pekan Raya
Jakarta ditetapkan secara permanendan memenuhi syarat-syarat yang diperlukan,
di Kemayoran, KelurahanKemayoran, Kecamatan Kemayoran, wilayah Jakarta Pusat”
Selanjutnya
dalam Penjelasan Umum Perda No. 12 Tahun 1999, yang pada
pokoknya berisi:
“Berkenaan dengan hal tersebut, daerah
bekas Pelabuhan Udara Kemayoran,Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Kemayoran,
Jakarta Pusat, seluas 44 Ha, telahmemenuhi persyaratan dan dianggap tepst untuk
lokasi Pekan Raya Jakarta yang baru. Halini sesuai pula dengan surat
Menteri/Sekretaris Negara selaku Ketua Badan PengelolaKompleks Kemayoran No.
R-131/M.Setneg/5/1987 tanggal 19 Mei 1987, perihal:Persetujuan Petuntukan
Sebagian Tanah Kompleks Kemayoran untuk Lokasi Pekan RayaJakarta”
Untuk
mengkaji lebih dalam mengenai pelaksanaan PRJ oleh PT.JIExpo yang diduga
merupakan sebuah praktik monopoli, maka dapat dilihat pemenuhan unsurunsur
pengecualian monopoli yang terdapat dalam Pasal 50 huruf (a) UU No. 5 Tahun
1999 sebagai berikut:
·
Unsur
Perbuatan
Bila
dikaitkan dengan fakta, penyelenggaraan PRJ oleh PT.JIExpo yang mana di dalam
mencakup penyelenggaraan pameran, pertemuan dan seminar baik nasional maupun
internasional, menjalankan usaha dalam bidang promosi, menjalankan usaha dalam
bidang jasa rekreasi/hiburan merupakan bagian dalam pengertian unsur perbuatan,
yang pengertiannya diperluas hingga mencakup pula kegiatan, sebagaimana diatur
dalam Pasal 50 huruf (a) UU No.5 Tahun 1999. Hal tersebut dikarenakan kata
penyelenggaraan masuk dalam lingkup sesuatu yang dilakukan atau diperbuat.
Dengan demikian unsur ini terpenuhi.
·
Unsur
Bertujuan Melaksanakan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
Penyelenggaraan
PRJ oleh PT.JIExpo merupakan sebuah perbuatan yang bertujuan melaksanakan
peraturan perundang-undangan tertentu. Peraturan perundang-undangan Pasal 7
ayat (1) dan ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, maka Peraturan Daerah merupakan bagian dari hierarki
peraturan perundang-undangan tersebut. Dengan adanya kedua peraturan tersebut,
maka unsur bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
telah terpenuhi. Dengan begitu penunjukkan PT JIExpo sebagai Penyelenggara
Pekan Raya Jakarta melalui perda No. 12 Tahun 1991 tidak menyalahi hukum karena
penyelenggaraan tersebut dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu Perda No. 12 Tahun 1991, dimana perbuatan yang dilakukan
dengan tujuan melaksanakan Peraturan Perundang-undangan, termasuk
yang dikecualikan oleh Pasal 50 huruf a UU No. 5 Tahun 1999 (monopoly
by law).
Implementasi Pasal 33 UUD RI 1945 dan Pasal 51 UU
No. 5 Tahun 1999
Pasal
51 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
tidak Sehat menyebutkan bahwa:
“Monopoli dan atau pemusatan kegiatan
yang berkaitan dengan produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa
yang menguasai hajat hidup orang
banyak serta cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara diatur dengan
undang-undang dan diselenggarakan oleh
Badan Usaha Milik Negara dan atau
badan atau lembaga yang dibentuk atau
ditunjuk oleh Pemerintah”
Sampai
saat ini terdapat beberapa cabang produksi masih dikuasai oleh negara lewat
BUMN, diantaranya sektor hilir minyak dan gas, ketenagalistrikan, dan jaminan
sosial tenaga kerja. Untuk kasus monopoli gas yang dipegang oleh Pertamina,
sampai saat ini sudah terdapat beberapa kasus yang sudah diproses di KPPU.
Kasus terakhir adalah kasus dugaan pelanggaraan UU No. 5 Tahun 1999 terkait
dengan pendistribusian elpiji di Sumatera Selatan. Dalam kasus tersebut pihak
Pertamina diputus tidak bersalah oleh Majelis Komisi.
Edi
Swasono berpendapat bahwa “Monopoli oleh Pemerintahan secara definisi
diperbolehkan karena Pemerintah secara definisi melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan bahwa cabang-cabang produk yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dasar
dari pada ini adalah kepentingan negara dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat, bukan kemakmuran perorangan atau kemakmuran mancanegara.” Akan tetapi
harus disadari bahwa praktik monopoli bertentangan dengan jiwa dan semangat
serta dinamika globalisasi. Dalam hal ini patut diingat bahwa BUMN merupakan
organ pemerintah yang dibentuk dengan tujuan melayani masyarakat dan tidak
mencari keuntungan. Berbeda dengan perusahan swasta yang memang didirikan dan
dibentuk dengan tujuan untuk mencari keuntungan sebanya-banyaknya. Sehingga
bentuk monopoly by law yang dijalankan oleh BUMN secara teoritis
memang memenuhi kehendak dari Pasal 33 UUD 1945 dan pemberlakuan perlindungan
hukum antimonopoli yang ditetapkan dalam Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 bertujuan
untuk melindungi kesinambungan kinerja BUMN untuk tetap melayani kepentingan
masyarakat. Yang harus digarisbawahi menyangkut hal ini adalah, selama
kegiatan monopoly by law yang dilakukan oleh BUMN tidak merugikan
kepentingan masyarakat dan pihak lain, maka Pasal 51 akan tetap berlaku. Akan
tetapi ketika unsur pemenuhanmonopoly by law yang dilaksanakan oleh BUMN
dilanggar, maka Pasal 51 tidak lagi berkewajiban untuk menaungi
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh BUMN.
PENUTUP
Kesimpulan
a)
Bahwa
peraturan mengenai Persaingan Usaha di Indonesia secara umum mengatur mengenai
anti persaingan dimana yang menjadi pusat perhatian adalah adanya
tindakan-tindakan untuk menghilangkan persaingan. Persaingan merupakan
motivator terpenting dalam majunya tingkat perdagangan dalam pangsa pasar
tertentu, sehingga adanya sebuah tindakan anti persaingan yang muncul dengan
tujuan menghilangkan persaingan untuk kepentingan diri sendiri atau sekelompok
orang tertentu saja merupakan sebuah tindakan yang harus dieliminasi dari dunia
perdagangan.
b)
Bahwa monopoly
by law di Indonesia diatur dalam Pasal 33 UUD 1945, Pasal 50 huruf (a) UU
No. 5 Tahun 1999 dan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 dan monopoly by
law secara umum merupakan sebuah monopoli yang dilaksanakan dengan
perintah dan wewenang khusus dari negara untuk mengelola sumber daya produksi
yang penting bagi hajat hidup orang banyak dan penting bagi negara, dan secara
khusus merupakan sebuah monopoli yang dilaksanakan sebagai bentuk pelaksanaan
langsung perintah UU tertentu. Pengaturan monopoly by law di
Indonesia telah memberikan sebuah kewenangan khusus bagi negara untuk
memberikan hak eksklusif kepada sebuah badan usaha milik negara untuk
melaksanakan ketentuan isi dari Pasal 33 UUD 1945 yang ditujukan untuk
melaksanakan sebuah peraturan perundangan tertentu. Pasal 51 UU No. 5 Tahun
1999 telah memberikan pengecualian terhadap pelaksanaan dari Pasal 33 UUD 1945
dari hukum antimonopoli selama pelaksanaan tersebut tidak menyalahi unsur-unsur
yang terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999. Dari perbandingan beberapa Negara yang
sudah dikemukakan diatas, terlihat dengan jelas pada umumnya tiap negara
mempunyai hak yang jelas untuk “menguasai” atau memonopoli produksi-produksi
negara yang penting bagi hajat hidup orang banyak dan penting bagi negara.
Pemberian hak monopoli oleh negara tersebut diberikan kepada sebuah badan usaha
milik negara yang memang mempunyai tugas dan kewenangan untuk menjalankan usaha
terhadap produksi-produksi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dan
memiliki kepentingan bagi negara. Pelaksanaan dari monopoly by
law, selama tidak menyalahi peraturan perundang-undangan terutama
peraturan Antimonopoli, maka pelaksanaannya dilindungi oleh konstitusi
masing-masing negara. Akan tetapi ketika pelaksanaan tersebut memenuhi unsur
monopoli maka Negara akan menjatuhi tindakan yang pada umumnya diberikan kepada
pelaksana monopoli sesuai dengan UU Antimonopoli yang berlaku.
c)
Bahwa
dalam beberapa kasus implementasi dari Pasal 33 UUD 1945 terbukti bahwa dalam
pendelegasian hak eksklusif yang merupakan wewenang Negara untuk diberikan
kepada BUMN hanya berhasil secara teoritis saja. Dapat dilihat dalam
pelaksanaannya, banyak dari BUMN tersebut tidak dapat memegang amanat negara
untuk melayani negara denga sebaik-baiknya. Banyak kasus dari BUMN hanya
berputar saja dalam masalah mengenai korupsi. Disinilah kurangngnya pengawasan
dan kontrol pemerintah dalam pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Sementara dalam
kasus PT.JIExpo yang merupakan implementasi dari ketentuan pasal 50 huruf (a)
saya pribadi tidak menyetujui dugaan KPPU yang menyatakan bahwa PT.JIExpo telah
melakukan kegiatan monopoli. Pendapat saya tersebut didukung oleh fakta bahwa
pelaksanaan PRJ oleh PT.JIExpo merupakan kegiatan yang dilaksanakan sebagai bentuk
pelaksanaan peraturan perundang-undangan tertentu.
Saran
Berdasarkan
kesimpulan tersebut, berikut ini adalah saran-saran yang ingin disampaikan
penulis terkait dengan adanya perkara ini:
a)
Kepada
para pelaku usaha
Seharusnya
setiap pelaku usaha berusaha menjalankan amanat yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan demi tercapainya kelancaran bersama. Lebih khusus lagi dalam
hal ini adalah peraturan UU No. 5 Tahun 1999 Pasal 50 (a) dan 51 dan UUD 1945
Pasal 33 yang menghendaki bahwa hanya produksi yang menyangkut hajat hidup
orang banyak saja yang dapat dimonopoli oleh negara dengan tujuan memberikan
manfaat sebesar-besarnya oleh negara. Dan kewenangan pelaksanaan monopoli
tersebut harus diatur dengan jelas dalam peraturan terkait sehingga dalam pelaksanaannya
monopoli yang dilaksanakan adalah juga bertujuan untuk melaksanakan perintah
dari peraturan perundang-undangan.
b)
Kepada
Pemerintah dan Pembentuk Undang-Undang
Dalam
hal ini pemerintah dan pembentuk undang-undang harusa dapat melakukan suatu
pengawasan dalam pelaksanaan hal-hal yang terkandung dalam undang-undang
tersebut, termasuk memberikan kebijakan-kebijakan yang diserahkan kepada pelaku
usaha swasta dan BUMN. Hal ini bertujuan agar dapat menyelaraskan dengan
prinsip sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. Selain itu, penjelasan
pasal yang seringkali masih teras belum jelas agar lebih diperjelas sehingga
tidak melahirkan kebingungan dalam penafsirannya.
DAFTAR PUSTAKA
Gelasia, Fathiannisa. 2012. Tinjauan Mengenai Pengaturan Monopoli
Berdasarkan Hukum (Monopoly By Law) Di Indonesia. Universitas Indonesia.
Ginting, Elyta Ras. 2001. Hukum
Anti Monopoli di Indonesia, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti)
Hatta, Mohammad. 1977. Penjabaran Pasal
33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Jakarta: Mutiara.
Hatta, Mohd. 1980. Penjabaran Pasal
33 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Cet. II. Jakarta:
Mutiara.
Ibrahim, Jhonny. 2006. Hukum
Persaingan Usaha. Malang: Bayumedia Publishing.
Juwana, Hikmahanto. 1999. “Sekilas
tentang Hukum Persaingan Usaha dan UU No.5 Tahun 1999”, Jurnal Magister
Hukum Vol.1 No.1.
Kamal ,Mustafa, S.H. I., M.H. 2010.
“Hukum Persaingan Usaha : Teori dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Margono, Suyud. 2009. “Hukum Anti
Monopoli”. Jakarta:Sinar Grafika.R
Komentar
Posting Komentar