Peranan Usaha Kecil dan
Menengah dalam Perekonomian
Sejarah
perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan usaha skala
kecil – menengah (UKM). Beberapa kesimpulan, setidak-tidaknya hipotesis telah
ditarik mengenai hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat
sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran sektor usaha
kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat sejak perang
dunia II, sumbangan UKM ternyata tak bisa diabaikan (D.L. Birch, 1979).
Negara-negara
berkembang yang mulai mengubah orientasinya ketika melihat pengalaman di
negara-negara industri maju tentang peranan dan sumbangan UKM dalam pertumbuhan
ekonomi. Ada perbedaan titik tolak antara perhatian terhadap UKM di negara-negara
sedang berkembang (NSB) dengan di negara-negara industri maju. Di NSB, UKM
berada dalam posisi terdesak dan tersaingi oleh usaha skala besar. UKM sendiri
memiliki berbagai ciri kelemahan, namun begitu karena UKM menyangkut
kepentingan rakyat/masyarakat banyak, maka pemerintah terdorong untuk
mengembangkan dan melindungi UKM. Sedangkan di negara-negara maju UKM
mendapatkan perhatian karena memiliki faktor-faktor positif yang selanjutnya
oleh para cendekiawan (sarjana –sarjana) diperkenalkan dan diterapkan ke NSB.
Beberapa keunggulan UKM
terhadap usaha besar antara lain adalah :
1. Inovasi
dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk.
2. Hubungan
kemanusiaan yang akrab didalam perusahaan kecil.
3. Kemampuan
menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap tenaga
kerja.
4. Fleksibilitas
dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan
cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis.
5. Terdapatnya dinamisme
managerial dan peranan kewirausahaan.
Peranan Usaha Kecil dan Menengah dalam Perekonomian Indonesia
Krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 yang lalu membawa arti bagi Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) Indonesia. Hal ini terlihat bahwa UKM telah menjadi
salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia. Menurut Syarif Hasan (Menteri
koperasi dan UKM) Jumlah UKM hingga 2013 telah mencapai sekitar 55,2 juta yang
tersebar diseluruh Indonesia. UKM di Indonesia sangat penting bagi ekonomi
karena menyumbang 57% dari PDB dan menampung 97% tenaga kerja. Tetapi akses ke
lembaga keuangan sangat terbatas baru 25% atau 13 juta pelaku UKM yang mendapat
akses ke lembaga keuangan. Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi
dan UKM, di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota. Menteri Koperasi dan
UKM Syarifuddin Hasan mengatakan Pemerintah akan menarik pajak bagi sektor UKM
beromset Rp 300 juta hingga Rp 4 miliar per tahun. Hal tersebut akan
dilaksanakan karena pemerintah mengakui membutuhkan uang untuk proyek
infrastruktur.
Dalam pembangunan perekonomian di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai
sektor yang memiliki peranan penting. Hal ini dikarenakan sebagian besar jumlah
penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di
sektor tradisional maupun modern. UKM juga memiliki peran yang strategis dalam
pembangunan perekonomian nasional, oleh karena itu, selain berperan dalam
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam perindustrian
hasil-hasil.
Ada beberapa alasan mengapa UKM dapat bertahan di
tengah krisis moneter 1997 lalu.
1. Sebagian
besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan
terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat
tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya
kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan.
2. Sebagian
besar UKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor
perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda
dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM ikut terganggu kegiatan usahanya.
Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan
modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
Pengertian UKM
Menurut
Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM),
mendefinisikan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UM), sebagai suatu usaha
milik warga negara Indonesia, baik perorangan maupun berbadan hukum yang
memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan sebanyak-banyaknya
Rp 200 juta, dan atau mempunyai NO atau hasil penjualan rata-rata pertahun
sebanyak Rp 1 miliar dan usaha tersebut berdiri sendiri. Badan usaha milik
warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200
juta sampai dengan Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
didefinisikan sebagai usaha menengah (UM). Badan usaha dengan nilai asset dan
omzet diatas itu adalah UB.
Badan Pusat
Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja.
Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19
orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga
kerja 20 s.d. 99 orang, dan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 99
orang dikategorikan sebagai UB.
Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil
adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang
secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk
mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat”.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan:
1. Perusahaan yang mempunyai aset maksimal Rp 600 juta di luar tanah dan
bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung),
2. Perusahaan yang mempunyai modal kerja di bawah Rp 25 juta (Departemen
Perdagangan sebelum digabung)
Departemen Keuangan: UKM
merupakan perusahaan yang mempunyai omset maksimal Rp 600 juta per tahun
dan atau aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan.
Definisi UKM juga berbeda beda di sejumlah negara dan lembaga dunia,
beberapa definisi UKM menurut karakteristik negara dan lembaga yang
bersangkutan sebagai berikut.
1. Korea Selatan : UKM merupakan usaha dengan jumlah tenaga kerja ≤ 300 orang
dan aset ≤ US$ 60 juta.
2. World Bank : UKM merupakan usaha dengan jumlah tenaga kerja ± 30 orang,
pendapatan per tahun US$ 3 juta dan jumlah aset tidak melebihi US$ 3 juta.
3. Eropa : UKM merupakan usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-40 orang serta
pendapatan per tahun 1-2 juta Euro, atau bila kurang dari 10 orang, dimasukan
sebagai usaha rumah tangga.
4. Amerika : UKM merupakan industri yang tidak dominan di sektornya serta
memiliki pekerja kurang dari 500 orang.
5. Jepang : UKM merupakan industri yang bergerak di bidang manufakturing dan
retail atau service dengan jumlah tenaga kerja 54 - 300 orang dan modal ¥ 50
juta hingga 300 juta.
6. Di beberapa Asia Tenggara : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja
10-15 orang (Thailand), atau 5 – 10 orang (Malaysia), atau 10 -99 orang
(Singapura), dengan modal ± US$ 6 juta.
KLASIFIKASI UKM
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi
4(empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan
sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal
sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat
pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah
memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah
memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar
(UB)
Kelompok Kegiatan
usaha
Menurut UU no. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan Pasal 1 huruf b, yang dimaksud dengan perusahaan adalah setiap
bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus
menerus yang didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah Negara
Indonesai dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
Kegiatan usaha dimaksud, yang dapat dijalankan oleh
orang atau badan usaha secara terus menerus, berupa kegiatan mengadakan
barang-barang, jasa-jasa, atau fasilitas-fasilitas untuk diperjual belikan,
dipertukarkan atau disewa gunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
1.
Bidang industri: pabrik,
perakitan, pemintalan, dll.
2.
Bidang perdagangan: agen,
distributor, grosir, dealer, toko, dll.
3.
Bidang jasa: konsultan,
akuntan, biro perjalanan, perhotelan, asuransi, dll.
4.
Bidang agraris: pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, dll.
5.
Bidang ekstraktif:
pertambangan, penggalian, dll.
Setelah memilih jenis usaha yang cocok dengan minat dan bakatnya, seorang
wirausaha harus mengetahui dan memilih bentuk badan usaha yang mana yang cocok.
Dalam memilih bentuk perusahaan, Anda harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.
Jenis usaha yang
dijalankan(perdagangan, industri, jasa, agraris atau ekstratif)
2.
Ruang lingkup usaha(lokal,
nasional, internasional)
3.
Kepemilikan, pihak-pihak yang
akan terlibat dalam kegiatan usaha
4.
Peraturan pemerintah dan
perpajakan
5.
Struktur Organisasi, pembagian
tanggung jawab dan keuntungan
6.
Besarnya modal, investasi dan
resiko kepemilikan
Pengembangan
UKM dan permasalahannya
Jumlah UKM yang ada meningkat dengan pesat, dari
sekitar 7 ribu pada tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta pada tahun 2001.
Sementara itu total volume usaha, usaha kecil dengan modal di bawah Rp. 1
miliar yang merupakan 99,85% dari total unit usaha, mampu menyerap 88,59%
dari total tenaga kerja pada tahun yang sama. Demikian juga usaha skala
menengah (0,14% dari total usaha) dengan nilai modal antara Rp. 1 miliar sampai
Rp. 50 miliar hanya mampu menyerap 10,83% tenaga kerja. Sedangkan
usaha skala besar (0,01%) dengan modal di atas Rp. 54 miliar hanya mampu
menyerap 0,56% tenaga kerja. Melihat sumbangannya pada perekonomian yang
semakin penting, UKM seharusnya mendapat perhatian yang semakin besar dari para
pengambil kebijakan. Khususnya lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas
perkembangan UKM.
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu
digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, karena sebagian
besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha
kecil baik di sektor tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut
menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan
yang dikelola oleh dua departemen yaitu Departemen Perindustrian dan
Perdagangan, serta . Departemen Koperasi dan UKM. Namun, usaha pengembangan
yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya karena pada kenyataannya
kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha
besar. Pelaksanaan kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit
saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja sehingga
hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar
hampir di semua sektor, antara lain perdagangan, perbankan, kehutanan,
pertanian dan industri.
Dengan adanya kebijakan dan dukungan yang lebih besar
seperti perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan,
UKM diharapkan dapat berkembang pesat. Perkembangan UKM diharapkan dapat
bersaing sehat dengan pasar besar di tengah bebasnya pasar yang terjadi saat
ini. Selain itu, UKM dapat diharapkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,
membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan
sehingga terciptanya kekompetitifan dan stabilitas perekonomian Indonesia yang
baik.
Permasalahan yang dihadapi UKM, pada umumnya adalah:
A. Faktor
Internal
1. Kurangnya
Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
2. Kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM)
3. Lemahnya
Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
4. Mentalitas
Pengusaha UKM
5. Kurangnya
Transparansi
B.
Faktor Eksternal
1.
Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
2.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
3.
Pungutan Liar
4.
Implikasi Otonomi Daerah
5.
Implikasi Perdagangan Bebas
6.
Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
7.
Terbatasnya Akses Pasar
8.
Terbatasnya Akses Informasi
Berikut langkah-langkah yang
perlu dilakukan untuk memperbaiki dan mendukung ukm agar lebih maju :
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif Pemerintah perlu mengupayakan
terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman
dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan
pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan
syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan
permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa
finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura.
Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang
ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
3. Perlindungan Usaha Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha
tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan
perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan
pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu
antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di
luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu,
juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien.
Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku
bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek
kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya
dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk
menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui
pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus
bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan
upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam
rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh
UKM.
7. Memantapkan Asosiasi Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk
meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha
yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM
dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan
produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show
antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara Perlu adanya kerjasama atau koordinasi
yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir
berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
10. Mengembangkan
Sarana dan Prasarana Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UKM di
tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi
UKM tersebut.
Daftar Pustaka
1. Muljana, B.S., Pembangunan Ekonomi dan Tingkat Kemajuan Ekonomi
Indonesia, Lembaga Penerbit FEUI, 1983.
2. Tambunan, Tulus, Dr., Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia,
1996.
3. Dumairy, Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga Jakarta, 1997
Biro Pusat Statistik, Statistik Keuangan, Tahun 2000
4.
Samuel hasiholan, 2011, peran sektor UKM
pada ekonomi Indonesia,http://samuelhasiholan.wordpress.com/2011/05/12/peran-sektor-ukm-pada-ekonomi-indonesia/ selasa,
20 Nov 2012
5.
Sri Hartini Rachmad, 2009, UMKM Indonesia Mengapa dan Bagaimana,http://www.majalahwk.com/artikel-artikel/info-usaha/196-edisi-majalah.html/,
(selasa, 20 Nov 2012)
6.
Rismaeka, 2011, UKM (Usaha Kecil Menengah),http://rismaeka.wordpress.com/2011/04/15/ukm-usaha-kecil-menengah/ (selasa,
20 Nov 2012)
7. OktafianaSendy , http://sendyoktafiana.blogspot.co.id/2014/06/peranan-usaha-kecil-dan-menengah-dalan.html
Komentar
Posting Komentar