Perkembangan
Perekonomian Terkini
Jakarta, 10
Maret 2015 - Kondisi
perekonomian global saat ini masih berada pada fase yang penuh ketidakpastian,
antara lain ditunjukan oleh koreksi proyeksi pertumbuhan perekomian dunia oleh
lembaga-lembaga internasional. Belum kondusifnya perkembangan perekonomian di
dunia antara lain diakibatkan oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara
maju dan berkembang, penurunan harga komoditas, serta perbedaan arah kebijakan
moneter dan fiskal di berbagai kawasan.
Nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar AS berada pada level Rp13.047 pada penutupan perdagangan
hari Senin tanggal 9 Maret 2015. Sehingga selama tahun 2015 Rupiah mengalami
depresiasi terhadap mata uang dollar AS sebesar 4,81% (ytd). Depresiasi nilai
tukar Rupiah tersebut seiring dengan tren depresiasi mata uang yang dialami
oleh negara-negara lain, yang lebih disebabkan oleh faktor eksternal antara
lain penguatan nilai tukar dollar AS terhadap mata uang negara-negara lain
sejalan dengan perbaikan perekonomian AS serta kebijakan normalisasi moneter
yang diambil oleh the US Fed.
Ditinjau
dari indikator Real Effective Exchange Rate (REER), yang mengukur
kondisi perekonomian suatu negara dengan memperhatikan pergerakan nilai
tukar, pergerakan REER Indonesia masih sejalan dengan arah pergerakan negara emerging
markets lainnya. Posisi REER Indonesia juga masih berada level yang
cukup kompetitif, khususnya dibandingkan dengan negara ASEAN-5.
Secara
historis, berdasarkan data perekonomian Indonesia beberapa tahun terakhir
pada saat terjadi depresiasi rupiah seperti: krisis global 2008/2009 serta isu tapering
off mulai bergulir, arus FDI masih tetap masuk ke Indonesia. Salah
satu penyebabnya adalah karena aktivitas investasi di Indonesia, baik asing
maupun domestik, banyak yang dikategorikan investasi mendukung konsumsi
domestik.
Perlu
digarisbawahi bahwa tren depresiasi nilai tukar Rupiah Indonesia kali ini
berbeda dengan kondisi pada saat krisis keuangan tahun 1997-1998 dan krisis
2008-2009. Kondisi perekonomian Indonesia saat ini jauh lebih baik, dan
beberapa indikator lain seperti indeks harga saham gabungan (IHSG) dan posisi
cadangan devisa menunjukan tren peningkatan, berbeda dibandingkan dengan
kondisi pada saat dua krisis terdahulu terjadi. Di samping itu untuk memitigasi
risiko eksternal yang berasal dari dinamika sektor keuangan global seperti
rencana kenaikan suku bunga The Fed, Pemerintah telah menyiapkan
beberapa langkah-langkah antisipasi sebagai berikut:
- Membentuk protokol managemen krisis nasional di dalam wadah FKSSK yang beranggotakan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan serta Lembaga Penjamin Simpanan.
- Menyiapkan implementasi Bond Stabilization Framework (BSF) dengan beberapa lapisan pencegahan (lines of defense), di antaranya pembelian kembali (buyback) sekuritas utang, penggunaan dana investasi BUMN, termasuk BPJS serta Saldo Anggaran Lebih/SAL.
- Membentuk beberapa currency swap line, antara lain di level bilateral (non-USD denominated), di antaranya dengan China, Jepang, dan Korea Selatan, dan di level regional ASEAN+3 (non-USD denominated) melalui CMIM disertai perjanjian pengumpulan cadangan devisa secara kolektif (pooled FX reserve).
- Menyiapkan Deferred Draw Down Option (DDO) bekerja sama dengan World Bank, Asian Development Bank, Australia serta Jepang (JBIC) senilai total USD 5 miliar yang diperuntukan untuk mengantisipasi dampak ketidakpastian global terhadap perekonomian Indonesia khususnya pembiayaan APBN.
Namun
demikian, Pemerintah memahami bahwa depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap
dollar AS akan membawa dampak pada pelaksanaan APBN-P 2015. Utamanya, pengaruh
depresiasi akan menyebabkan penurunan defisit pada postur APBN-P 2015. Seiring
dengan depresiasi Rupiah, penerimaan negara akan lebih tinggi dibandingkan
dengan tambahan belanja yang harus dikeluarkan. Reformasi kebijakan subsidi
energi yang telah dilakukan oleh pemerintah membuat tekanan belanja subsidi
akibat pergerakan kurs menjadi berkurang. Di sisi lain, kebijakan pemerintah
yang lebih mengandalkan sumber pembiayaan dalam negeri serta penerapan negative
net flow untuk utang luar negeri membuat tambahan belanja pembayaran bunga
utang relatif terkendali.
Pemerintah
juga menyadari tambahan kebijakan belanja infrastruktur yang secara
signifikan dilalokasikan di APBN-P 2015 berpotensi meningkatkan risiko bagi current
acccount melalui peningkatan impor, namun Pemerintah
memperkirakan defisit current account masih akan managable
dan sustainable pada level sekitar 3%. Yang lebih penting lagi defisit current
account yang terjadi sekarang diakibatkan oleh kegiatan yang produktif,
yaitu pembangunan infrastruktur. Di samping itu di dalam jangka menengah
panjang kebijakan peningkatan belaja infrastruktur ini akan meningkatkan daya
saing perekonomian sehingga akan memberikan kontribusi bagi perbaikan current
account.
Beberapa upaya
yang akan dilakukan Pemerintah untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan
antara lain:
- Dalam rangka meningkatkan daya saing produk dalam negeri, Pemerintah juga akan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur fleksibilitas Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS), sebagai respon jika terdapat lonjakan impor barang tertentu, serta penyederhanaan prosedur dan mekanisme pengembalian.
- Dalam rangka mendorong peningkatan investasi langsung baik dari penanaman modal asing (PMA) maupun dalam negeri (PMDN), Pemerintah dalam waktu dekat akan mengeluarkan Revisi PP Nomor 52 Tahun 2011 yang biasa dikenal dengan tax allowance. Fasilitas ini juga akan diberikan kepada dividen yang direinvestasi di dalam negeri. Selain itu, prosedur pemberian tax allowance juga dipermudah yaitu melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan sebagian besar proses akan dilakukan di PTSP tersebut sehingga diharapkan proses akan lebih cepat.
- Mendorong kebijakan peningkatan penggunaan biofuel yang saat ini ditetapkan sebesar 10% menjadi lebih tinggi lagi, tentunya dengan memperhatikan ketersediaan supply serta kebijakan harga yang kompetitif.
- Kebijakan lain yang juga akan dikeluarkan adalah skema perpajakan khususnya PPN untuk industri pelayaran dalam negeri agar bisa lebih kompetitif.
- Mendorong terbentuknya BUMN reasuransi untuk mengurangi defisit di neraca jasa khususnya asuransi.
- Meningkatkan Law Enforcement untuk mendorong implementasi UU Mata uang yang mewajibkan penggunaan rupiah untuk bertransaksi di dalam negeri.
- Mendukung kewajiban penggunaan LC untuk transaksi empat komoditas utama.
- Memperbaiki sistem remitansi untuk memudahkan arus masuk pendapatan orang Indonesia yang bekerja di luar negeri ke dalam sistem perbankan dalam negeri.
Pemerintah
telah melakukan langkah perbaikan penyehatan APBN untuk mendukung stabilitas
makroekonomi antara lain melalui defisit APBN yang dijaga pada tingkat yang
rendah serta alokasi belanja APBN dibuat lebih produktif. Selain itu rasio
utang Pemerintah terhadap PDB berada pada kisaran 24% yang merupakan tingkat
yang aman dan rendah dibandingkan dengan negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Keuangan Republik
Indonesia . Tanggal 10 Maret 2015
Komentar
Posting Komentar